Ramalan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini sering kali kita melihat baik di televisi-televisi, koran-koran, majalah-majalah, buku-buku tentang pengobatan alternatif. Belum lagi iklan-iklan untuk memudahkan jodoh, memperlancar rejeki, melihat masa depan, dan lain sebagainya. Sekilas iklan-iklan tersebut tampak menarik dan menggiurkan. Orang yang sulit rejeki bisa lancar rejekinya, orang yang sulit jodohnya bisa mendapatkan jodoh yang diidam-idamkan, seseorang bisa mengetahui apa yang akan menimpanya.

Cara-cara yang ditawarkan pun bermacam-macam ada yang mempercayai mitos-mitos terdahulu, menggunakan susuk, dan ada pula yang menggunakan ramalan.

Sebagai seorang manusia tentu timbul keingintahuan dari diri kita tentang hal-hal tersebut, namun sebagai seorang muslim ada kekhawatiran hal-hal tersebut akan membawa kita kearah syirik. Sedangkan syirik itu adalah dosa besar yang tidak akan diampuni oleh Allah SWT.

Rumusan Masalah

  1. Apakah Ramalan itu?
  2. Bagaimanakah hukum mempercayai ramalan?
  3. Apakah mempercayai ramalan diperbolehkan dalam islam?
  4. Apa sajakah efek mempercayai ramalan ?

 

PEMBAHASAN

Mitos, ramalan nasib dan hal – hal gaib lainnya sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari – hari. Mitos adalah keyakinan dari zaman dahulu yang biasanya tidak masuk akal. Sedangkan ramalan adalah prediksi nasib di masa depan. Banyak cara untuk meramal, misalnya dengan zodiac (ilmu perbintangan), shio, garis tangan, kartu tarot, bola kristal, dan lain sebagainya. Ramalan itu sendiri disampaikan dengan cara yang begitu halus seprti melalui majalah, tabloid, TV, dan internet. Sekarang ini ramalan bayak dicari – cari oleh masyarakat.

Menurut Dr. Yusuf Qardhawi, cendekiawan muslim asal Qatar, ramalan bintang adalah ilmu rekaan yang menghubung-hubungkan pergerakan bintang dalam sistem tata surya dengan sesuatu yang akan terjadi kemudian di kehidupan manusia. Sedangkan Syekh Islam Ibnu Taimiyah mempunyai definisi sendiri tentang pengertian Ilmu perbintangan. Beliau mengatakan bahwa: “Ilmu Perbintangan adalah ilmu yang mempelajari fenomena yang terjadi di langit dan menjadikannya sebagai standar (petunjuk) atas terjadinya sesuatu di bumi.”

Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa dalam ilmu perbintangan, seseorang dituntut untuk selalu mengaitkan peristiwa yang terjadi di bumi ini dengan peristiwa yang terjadi di langit. Sebagai contoh, suatu hari di langit sedang terjadi gerhana matahari, maka seorang ahli ilmu perbintangan akan mengaitkan gerhana matahari tersebut dengan adanya peristiwa besar yang sedang, atau akan terjadi di muka bumi ini. Seperti seorang pemimpin yang meninggal dunia. Contoh lain, ketika ada sebuah meteor di langit yang sedang bergeser dan jatuh ke bumi atau ke tempat lainnya, maka seorang ahli ilmu perbintangan akan mengatakan bahwa telah lahir seorang anak yang cerdas dan hebat. Contoh ketiga, anak yang lahir pada malam bulan purnama, menunjukkan bahwa anak tersebut akan menjadi orang kaya dikemudian hari. Contoh keempat, banyak orang Islam yang berkeyakinan bahwa malam Jum’at Kliwon adalah malam yang seram dan keramat.

Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian kecil dari ramalan-ramalan yang telah dipraktekkan sekolompok manusia. Bahkan ramalan-ramalan tersebut telah berubah menjadi sebuah keyakinan yang dianut oleh sebagian masyarakat hingga hari ini dan tidak boleh diganggu gugat. Keyakinan-keyakinan semacam itu, kalau ditelusuri ternyata telah terjadi berabad-abad lamanya. Hal ini bisa dilihat dengan jelas ketika terjadi gerhana matahari pada zaman Nabi Muhammad SAW. Allah memerintahkan Rasul-Nya agar mengumpulkan kaum muslimin di masjid untuk melaksanakan shalat kusuf (shalat gerhana matahari). Setelah selesai shalat Rasulullah SAW bersabda :

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ

Bahwa matahari dan bulan itu adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah dan gerhana matahari ini tidak ada kaitannya dengan kematian atau kehidupan seseorang.“ (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa Rasululah SAW yang hidup pada empat belas abad yang silam telah mengetahui bahwa masyarakat pada waktu itu masih menyakini terjadinya gerhana matahari merupakan tanda adanya seseorang tokoh besar yang lahir atau meninggal. Hal ini dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya, “Dari Ibnu Abbas rahimahullahanhu, bahwa orang-orang Anshar pada suatu hari, ketika duduk bersama nabi Muhammad SAW, tiba-tiba mereka melihat bintang atau meteor yang bergeser, kemudian Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat Anshar yang ada di situ: “Bagaimana keyakinan kalian pada masa Jahiliyah ketika melihat kejadian seperti ini?” Mereka menjawab: “Kami dahulu berkeyakinan bahwa bergesernya bintang atau jatuhnya meteor merupakan tanda lahir atau meninggalnya seorang pembesar.” Mendengar jawaban itu, Rasulullah SAW bersabda:

فَإِنَّهَا لَا يُرْمَى بِهَا لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنْ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى اسْمُهُ إِذَا قَضَى أَمْرًا سَبَّحَ حَمَلَةُ الْعَرْشِ

Sesungguhnya bergesernya bintang atau jatuhnya meteor, tidaklah menunjukan kematian atau kehidupan seseorang, akan tetapi jika Allah memutuskan sesuatu, maka para pembawa Arsy (para malaikat) pada bertasbih.

Inilah hakikat ilmu perbintangan atau yang biasa kita sebut dengan ramalan bintang. Semua ilmu yang mengandung unsur-unsur seperti itu, maka haram untuk dipelajarinya dan orang islam pun dilarang mempercayainya, karena keyakinan seperti itu bertentangan dengan Aqidah Islamiyah yang mengajarkan kepada kita bahwa semua yang ada di bumi ini tidak akan terjadi kecuali atas kehendak dan taqdir Allah SWT, tidak ada kaitannya dengan apa yang terjadi di langit. Begitu juga, semua orang tidak akan tahu apa yang akan terjadi di bumi ini, karena termasuk hal-hal ghaib yang hanya Allah semata yang mengetahuinya. Kecuali apa yang telah disebutkan Allah di dalam Al-Quran dan disebutkan Rasulullah SAW di dalam hadits, keduanya merupakan bentuk wahyu dari Allah SWT. Selain itu, tidak berhak bagi siapapun juga untuk mengaku bahwa dia mengetahui peristiwa yang akan terjadi pada masa mendatang dengan menggunakan ilmu perbintangan.

Namun demikian, hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa Allah menjadikan peristiwa di langit sebagai salah satu sebab terjadinya bencana di muka bumi ini atau salah satu sarana untuk mengadzab suatu kaum, seperti halnya ketika Allah menghancurkan kaum ‘Aad dengan angin yang sangat kencang tepat pada waktunya yaitu diakhir musim dingin. Yang jelas, itu semua atas kehendak Allah SWT. Oleh karenanya, ketika terjadi sebuah peristiwa besar di langit, kita umat Islam di perintahkan untuk tadharru’ (bersimpuh) di hadapan Allah dengan memperbanyak ibadah, seperti shalat, dzikir, istighfar dan bersedekah, sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah SAW ketika terjadi gerhana matahari pada waktu itu. Bahkan, perintah tersebut bukan terbatas ketika terjadi gerhana matahari dan bulan saja. Ketika ada tanda-tanda akan terjadinya malapetaka atau bencana alam serta kejadian-kejadian besar lainnya yang membahayakan kehidupan manusia, kita diperintahkan juga untuk memperbanyak ibadah, istighfar, dan bersedekah. Karena amalan-malan tersebut merupakan salah satu sarana menolak malapetaka.

Berikut ini beberapa dalil yang menguatkan pernyataan di atas, yaitu: Firman Allah SWT :

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Dan Allah sekali-kali tidak mengadzab mereka, sedang kamu berada diantara mereka, dan tidaklah pula Allah mengadzab mereka, sedang mereka beristighfrar.“ (QS. Al Anfal: 33)

Sungguh Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya. Bukan itu saja, bahkan istighfar (tentunya dengan ikut menyertakan hatinya) akan mendatangkan rizqi dan kekuatan yang luar biasa. Allah SWT berfirman didalam QS. Nuh: 10-12, yang artinya “Maka aku (Nabi Nuh) katakan kepada mereka: “Beristighfar-lah (mohonlah ampun) kepada Rabb kalian, sesunguhnya Dia adalah Maha pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat (ketika musim paceklik) dan akan melimpahkan kepada kalian harta dan anak keturunan, serta menjadikan kebun-kebun dan sungai–sungai.

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ

(Nabi Hud berkata): “Wahai kaumku beristighfar-lah kalian kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Allah akan menurunkan hujan yang lebat kepada kalian, dan Dia akan menambahkan kekuatan atas kekuatan kalian.“ (QS. Hud: 52)

Termasuk kebiasaan jahiliyah yang berkenaan dengan ilmu perbintangan adalah menebak dan menentukan nasib dan sifat seseorang dengan mengaitkan bintang-bintang yang ada di langit, seperti: Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo, Virgo, Libra, Scorpio, Sagitarius, Capricon, Aquarius, Pisces.

Sebagai contoh saja, orang yang lahir antara tanggal 22 Desember–19 Januari, maka dia mempunyai bintang CAPRICORN, yang mengatakan kepada anda bahwa keuangannya kurang stabil, tapi kesehatannya relatif baik. Hari Minggu adalah hari baiknya. Angka bahagianya adalah 2 – 7.  Orang yang lahir antara 20 Januari-18 Februari, maka dia mempunyai bintang AQUARIUS, yang menyebutkan bahwa situasi minggu ini usahanya kurang menentu. Keuangannya bakal ada sedikit masalah. Hari baiknya adalah hari Sabtu. Angka bahagianya adalah 4 – 9. Orang yang lahir antara tanggal 19 Pebruari–20 Maret, dia mempunyai bintang PISCES, yang menyatakan bahwa keadaannya secara umum lumayan bagus dan usahanya akan tampak hasilnya secara nyata. Keuangannya cukup lancar. Kesehatannya tak ada masalah. Asmaranya, ada masalah namun kalau siap menghadapinya bisa diselesaikan dengan baik. Hari baiknya adalah Rabu. Angka bahagianya 1 – 4, dan seterusnya.

Seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tidak boleh mempercayai ramalan bintang-bintang tersebut, apalagi menjadikannya sebagai bintang kebanggaan-nya. Ramalan-ramalan tersebut sangat bertentangan dengan Al-Quran, As-Sunnah, dan akal sehat serta kenyataan. Begitu juga apabila kita mendatangi juru ramal, hal ini tidak diperbolehkan dalam islam. Seperti firman Allah SWT :

“Barang siapa yang mendatangi juru ramal, menanyakan sesuatu lalu membenarkannya, maka shalatnya selama empat-puluh hari tidak diterima (Allah)” (HR. Muslim:4/1751. Nomor :2230)

“Barang siapa yang mendatangi dukun lantas membenarkan apa yang diucapkannya, maka ia telah kufur dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad saw.” (At-Tirmidzi:1/242. Nomor : 135)

Para juru ramal yang mengaku bahwa mereka dapat melihat masa depan, semata-mata hanya untuk mempopulerkan diri mereka. Karena sesungguhnya tidak ada yang dapat melihat hal-hal yang ghaib kecuali Allah SWT, seperti dalam firman-Nya :

“Katakanlah:’ Tidak ada seorangpun dilangit dan dibumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.” (QS. An-Naml,27:65)

“Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.” (QS. Al A’raf,7:188)

Secara fakta ada istilah dalam metafisika yang disebut dengan clairvoyance, clairaudiance. Clairvoyance artinya kemampuan untuk melihat secara ghaib hal-hal yang belum terjadi, dan clairaudiance artinya kemampuan untuk mendengar hal-hal secara ghaib hal-hal yang belum terjadi. Memang faktanya dibelahan dunia ini ada orang-orang yang mampu melakukan hal itu, dan kemampuan merekapun pernah diuji secara ilmiah. Sebagai seorang muslim, kita harus pintar-pintar menyikapinya, dan jangan mudah terpengaruh dengan hal-hal seperti itu karena hal tersebut akan menyeret kita ke dalam perbuatan syirik. Sebagai orang muslim dan mu’min kita percaya bahwa Allah Maha mengetahui, Allah melarang sesuatu karena tentu ada kemudharatan didalamnya yang mungkin belum kita ketahui. Untuk itu sepatutnyalah sebagai muslim untuk menjauhi apa-apa yang dilarangnya meskipun kita belum menemukan jawaban atau alasannya. Allah berfirman:

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا

Dan tiada seorangpun dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok.“ (QS. Luqman: 34)

Ilmu ghaib hanya milik Allah saja. Mereka yang mengaku dapat melihat masa depan jelas bertentangan dengan hadits Rasulullah SAW:

مَنْ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنْ النُّجُومِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنْ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ

Barang siapa yang mengutip satu ilmu dari ilmu perbintangan, berarti dia telah mengutip satu cabang dari ilmu sihir.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad)

Hadits di atas, walaupun secara tidak langsung, telah memperingatkan kepada umat Islam agar tidak coba-coba mempelajari ilmu perbintangan. Karena ilmu tersebut termasuk bagian ilmu sihir, dan salah satu bentuknya adalah ramalan-ramalan ini. Hal ini juga bertentangan dengan akal sehat, karena orang yang berakal sehat tentunya tidak mau menunggu dan menerima nasibnya seperti itu, dia akan berusaha bagaimana mencapai suatu kehidupan yang lebih baik. Hanya orang-orang bodoh saja yang mempercayai ramalan bintang seperti itu. Ramalan Zodiak juga bertentangan dengan kejadian nyata, karena pada kenyataan, banyak orang yang lahir pada waktu tertentu dengan bintang yang ada, sifat dan keadaannya sangat berbeda dengan yang tertera di dalam ramalan-ramalan jahiliyah di atas.

Salah satu contoh kejadian yang menunjukkan kebohongan ilmu perbintangan (ilmu nujum) tersebut yaitu ketika khalifah Ali bin Abi Thalib radliyallah ‘anhu beserta tentaranya ingin berangkat memerangi pasukan Khawarij, tiba- tiba datang seorang ahli nujum menemui Imam Ali, seraya berkata: “Wahai Amirul Mukminin jangan berangkat, karena bulan sekarang pada posisi sedang tenggelam (SCORPION), kalau engkau tetap berangkat sedang kedaan bulan seperti itu, maka tentaramu pasti akan kalah.“ Mendengar hal itu, Imam Ali bukannya mengkeret, gemetar dan mengurungkan niatnya untuk berperang, bahkan sebaliknya, justru semangat beliau bertambah, seraya berkata: “Saya tetap akan pergi dengan berbekal Iman kepada Allah dan bertawakkal kepada-Nya saja, segaligus untuk membongkar kebohongan-mu!!“. Maka beliau tetap berangkat, sehingga akhirnya bisa mengalahkan tentara Khawarij. Kemenangan tersebut membuat gembira khalifah Ali radliyallah ‘anhu, karena beliau berhasil menyelesaikan dua perkara dalam satu waktu, yaitu; memerangi pasukan Khawarij atas perintah Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam, sekaligus bisa membuktikan kebohongan ahli nujum (ahli astrologi).

Salah seorang ulama pada zaman tabi’in (Qatadah) pernah memberikan pernyataan yang sangat jelas dan tegas dengan menolak teori ilmu perbintangan (astrologi) yang telah menyebar pada waktu itu: “Sesungguhnya orang-orang yang bodoh akan ajaran Allah, telah menyelewengkan keberadaan bintang-bintang tersebut dari fungsi yang sebenarnya, mereka menjadikannya sebagai alat perdukunan, mereka mengatakan barang siapa yang mengadakan acara pernikahan pada waktu bintang si fulan (Gemini, umpamanya), maka akan terjadi peristiwa tertentu, dan barang siapa yang melakukan perjalanan pada waktu bintang si fulan (Leo, umpamanya), maka akan terjadi peristiwa tertentu, dan seterusnya. Sungguh tiada satu bintang pun yang muncul, kecuali pada waktu itu lahir anak berwarna merah dan hitam, pendek dan panjang, cantik dan jelek. Bintang- bintang tersebut, begitu juga binatang-binatang yang melata dan burung-burung yang ada, semua itu sekali-kali tidak mengetahui sesuatu yang ghaib. Kalau seandainya ada seseorang yang boleh mengetahui yang ghaib, maka Adam-lah yang paling berhak mengetahuinya, karena Allah menciptakannya langsung dengan tangan-Nya dan memerintahkan para Malaikat untuk sujud kepadanya serta mengajarkan kepadanya segala sesuatu.

Lantas bagaimana dengan ramalan mereka yang secara fakta benar-benar terjadi, atau dengan kata lain tebakan mereka benar. Memang kadangkala dengan bantuan mahluk ghaib (jin) mereka (para peramal) bisa menebak sesuatu yang belum terjadi. Kadangkala jin berusaha mencuri informasi dari langit, sedikit dari mereka berhasil mencurinya namun banyak dari mereka yang hangus terkena sambaran kilat dari malaikat. Berita inilah yang disampaikan kepada manusia, sedikit kebenaran. Namun kebenaran yang sedikit itu kadangkala ditambahkan dengan lebih banyak berita bohong, karena sifat jin adalah suka berbohong.

Meskipun demikian, masih banyak orang yang mempercayai dan mau mendatangi peramal atau astrolog atau para dukun, bukan saja dari kalangan orang yang berpendidikan dan ekonomi rendahan bahkan dari orang-orang yang berpendidikan dan berstatus sosial tinggi. Perbuatan orang yang mendatangi atau yang didatangi dalam hal ini para dukun sama-sama mendapatkan dosa dan ancaman keras dari Nabi Muhammad SAW berupa dosa syirik dan tidak diterima shalatnya selama 40 malam. Allah swt berfirman:

“Barang siapa yang mendatangi juru ramal, menanyakan sesuatu lalu membenarkannya, maka shalatnya selama empat-puluh hari tidak diterima (Allah)” (HR. Muslim:4/1751. Nomor :2230).

Nabi Muhammad SAW juga mengancam mereka tergolong orang-orang yang ingkar (kufur) dengan apa yang dibawa beliau.

“Barang siapa yang mendatangi dukun lantas membenarkan apa yang diucapkannya, maka ia telah kufur dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad saw.” (At-Tirmidzi:1/242. Nomor : 135).

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum mempelajari ilmu perbintangan atau ilmu falak (astrologi). Qatadah rahimahullah (seorang tabi’in) dan Sufyan bin Uyainah (seorang ulama hadits, wafat pada tahun 198 H) mengharamkan secara mutlak mempelajari ilmu falak. Sedangkan Imam Ahmad dan Ishaq rahimahullah memperbolehkan dengan syarat tertentu. Menurut Syaikh Muhammad bin Abdil Aziz As Sulaiman Al Qarawi bahwa mempelajarinya adalah :

1. Kafir bila meyakini bintang-bintang itu sendiri yang mempengaruhi segala aktivitas makhluk di bumi.

2. Mempelajarinya untuk menentukan kejadian-kejadian yang ada, akan tetapi semua itu tidak diyakini karena takdir dan kehendak-Nya. Maka yang kedua ini hukumnya haram.

3. Mempelajarinya untuk mengetahui arah kiblat, penunjuk jalan, waktu, menurut jumhur ulama hal ini diperbolehkan (jaiz).

Selain itu, mempercayai ramalan dapat menimbulkan beberapa pengaruh yang buruk bagi orang yang mempercayainya, diantaranya adalah:

a.  Membuat orang tersugesti. Sugesti adalah pengaruh yang dapat menggerakkan hati. Sugesti ini bisa membuat orang menjadi reaktif karena terlalu percaya kepada ramalan dan akan mempengaruhi tingkah laku, sikap, dan keyakinan.

b.  Membuat stress. Stress ini dapat timbul karena memikirkan sesuatu yang belum terjadicontohnya, jika seseorang diramal akan bernasib sial maka ia akan stress dan ketakutan sehingga tidak berani melakukan apapun.

c.  Bergantung dan berharap kepada ramalan. Ini adalah efek yang paling berbahaya karena membuat orang melupakan tempat bergantung yang seharusnya, yaitu Allah. Seharusnya disadari bahwa hanya kepada Allah tempat untuk meminta. Konsekuensi hal ini sangat berat karena berarti menduakan keyakinan kepada Allah.

Pada hakikatnya tujuan Penciptaan Bintang-Bintang Alam dan segala isinya diciptakan dengan hikmah karena diciptakan oleh Dzat yang memiliki sifat Maha Memberi Hikmah dan Maha Mengetahui. Dia Maha Mengetahui apa yang di depan dan di balik ciptaan-Nya. Sehingga mustahil Allah menciptakan makhluk dengan main-main. Sebab itu, kewajiban atas makhluk-Nya ialah tunduk dan menerima berita, perintah, dan larangan-Nya. Allah SWT memberitakan bahwa penciptaan bintang-bintang itu ialah untuk penerang, hiasan langit, penunjuk jalan, dan pelempar setan yang mencuri wahyu yang sedang diucapkan di hadapan para malaikat. Sebagaimana Allah berfirman :

“Dan sungguh, Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan.” (QS. Al Mul : 5)

      Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan bahwa Allah SWT menciptakan bintang-bintang itu untuk tujuan sebagai hiasan langit, alat pelempar setan, dan rambu-rambu jalan. Maka barangsiapa mempergunakannya untuk selain tujuan itu, sungguh terjerumus ke dalam kesalahan, kehilangan bagian akhiratnya, dan terbebani dengan satu hal yang tak diketahuinya. (Perkataan dalam kitab Shahih Bukhari di atas adalah ucapan Qatadah rahimahullah). Persoalan nasib, jodoh, rezeki, mati, dan hari baik itu hanyalah Allah SWT. Manusia diberikan kesempatan oleh Allah untuk merencanakan dan berusaha semaksimal mungkin. Artinya, kita bisa merancang masa depan nasib, jodoh, rezeki, kecuali mati dengan kemampuan yang baik pula. Kalau sudah berusaha maksimal, baru tawakal kepada Allah agar tidak menjadi hamba yang sombong.

PENUTUP

Kesimpulan

Dari penjelasan-penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Ramalan merupakan ilmu rekaan yang menghubung-hubungkan suatu hal dengan sesuatu yang akan terjadi kemudian di kehidupan manusia atau dengan kata lain sebagai prediksi nasib manusia di masa depan yang belum tentu kebenarannya.

2. Mempercayai ramalan adalah haram hukumnya, sehingga sebagai umat muslim dilarang keras mempercayai maupun mempelajari ramalan.

3. Mempercayai ramalan dapat menimbulkan beberapa efek yang sangat berbahaya, diantaranya adalah :

a.  Membuat orang tersugesti.

b.  Membuat stress.

c.  Bergantung dan berharap kepada ramalan. Konsekuensi hal ini sangat berat karena berarti menduakan keyakinan kepada Allah (syirik).

SARAN

Penulis memberi saran kepada pembaca agar jangan sekali-kali mempercayai ramalan nasib, baik yang berada dalam majalah (zodiak) atau pun yang lainnya, karena sesungguhnya hanya Allah SWT lah yang Maha Mengetahui.  Manusia dapat berusaha tetapi Allah lah yang menentukan nasib mereka.

Tinggalkan komentar