MAKALAH MANAJEMEN PENDIDIKAN

SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL

Disusun oleh:

GANIE INDRA VIANTORO

(10315244022)

PRODI PENDIDIKAN IPA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2012

 

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemerintah terus berupaya memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Sejalan dengan itu, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah menetapkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selanjutnya, untuk menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu yang didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Kebutuhan masyarakat Indonesia yang semakin tinggi terhadap pendidikan yang bermutu menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi salah satu pranata kehidupan sosial yang kuat dan berwibawa, serta memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan peradaban bangsa Indonesia. Pendidikan telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam membangun peradaban bangsa Indonesia dari satu masa ke masa yang lainnya, baik sebelum kemerdekaan maupun sesudah kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbagai kajian dan pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan memberi manfaat yang luas bagi kehidupan suatu bangsa. Pendidikan mampu melahirkan masyarakat terpelajar dan berakhlak mulia yang menjadi pilar utama dalam membangun masyarakat sejahtera. Pendidikan juga meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga mampu hidup harmoni dan toleran dalam kemajemukan, sekaligus memperkuat kohesi sosial dan memantapkan wawasan kebangsaan untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis.

Disisi lain era globalisasi saat ini yang ditandai dengan persaingan antar negara, baik tingkat regional (ASEAN) maupun internasional. Oleh karenanya, tidak hanya potensi Sumber Daya Alam (SDA) semata, tetapi juga dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Bahkan Depdiknas berkeinginan menghasilkan “Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif” pada tahun 2025. Keinginan untuk bersaing dengan mutu pendidikan di negara maju sehingga mendorong beberapa anak belajar ke luar negeri, dengan harapan mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Fakta di atas mendorong perlunya peningkatan kualitas layanan pendidikan, seperti layanan pendidikan yang berstandar internasional. Salah satu upaya untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 50 Ayat (3), yakni

Model Kurikulum Sekolah Bertaraf Internasional

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi sekolah yang bertaraf internasional”. Pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing bangsa Indonesia di forum internasional.

BAB II

ISI

Pengertian

Sekolah bertaraf internasional (SBI) merupakan sebuah jenjang sekolahnasional di Indonesiadengan standar mutu internasional. Proses belajar mengajar di sekolah ini menekankan pengembangan daya kreasi, inovasi, dan eksperimentasi untuk memacu ide-ide baru yang belum pernah ada. Pengembangan SBI di Indonesia didasari oleh Undang-undangNo. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50 Ayat 3. Dalam ketentuan ini, pemerintah didorong untuk mengembangkan satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Standar internasional yang dituntut dalam SBI adalah Standar Kompetensi Lulusan, kurikulum, Prosees Belajar Mengajar,SDM, Fasilitas, manajemen, Pembiayaan, dan Penilaian standar internasional dalam SBI, proses belajar mengajar disampaikan dalam dua bahasa yaitu bahasa inggrisdan bahasa indonesia

Karakteristik Sekolah Bertaraf Internasional

1.  Karakteristik visi

Dalam sebuah lembaga/organisasi, menentukan visi sangat penting sebagai arahan dan tujuan yang akan dicapai. Visi digunakan untuk menggambarkan masa depan organisasi yang diinginkan. Itu berkaitan erat dengan tujuan sekolah atau perguruan tinggi, yang diekspresikan dalam nilai-nilai dan menjelaskan arah organisasi yang diinginkan.

Visi Sekolah Bertaraf Internasional adalah “Terwujudnya Insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional”. Visi ini mengisyaratkan secara tidak langsung gambaran tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah model SBI, yaitu mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif/memiliki daya saing secara internasional.

2.  Karakteristik Esensial

Karakteristik esensial dalam indikator kunci minimal dan indikator kunci tambahan (x) sebagai jaminan mutu pendidikan bertaraf internasional dapat dilihat pada table di bawah ini.

No

Obyek Penjaminan Mutu

Indikator Kinerja Kunci Minimal

Indikator Kinerja Kunci Tambahan

I

Akreditasi

Berakreditasi A dari BAN-Sekolah dan Madrasah

Berakreditasi tambahan dari badan akreditasi sekolah pada salah satu lembaga akreditasi pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan

II

Kurikulum (Standar Isi) dan Standar Kompe-tensi lulusan

Menerapkan KTSP

Sekolah telah menerapkan sistem administrasi akademik berbasis teknologi Informasi dan Komu-nikasi (TIK) dimana setiap siswa dapat meng-akses transkipnya masing-masing.

Memenuhi Standar Isi

Muatan pelajaramn (isis) dalam kurikulum telah setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau dari negara maju lainnya.

Memenuhi SKL

Penerapan standar kelulusan yang setara atau lebih tinggi dari SNP
Meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika, tekno-logi, seni, dan olah raga.

III

Proses Pembelajaran

Memenuhi Standar Proses

  • Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran telah menjadi teladan atau rujukan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa inovator
  • Proses pembelajaran telah diperkaya dengan model-model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya.
  • Penerapan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mapel
  • Pembelajaran pada mapel IPA, Matematika, dan lainnya dengan bahasa Inggris, kecuali mapel bahasa Indonesia.

IV

Penilaian

Memenuhi Standar Penilai-an

Sistem/model penilaian telah diperkaya dengan sistem/model penilaian dari sekolah unggul di salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnnya.

V

Pendidik

Memenuhi Standar Pen-didik

  • Guru sains, matematika, dan teknologi mampu mengajar dengan bahasa Inggris
  • Semua guru mampu memfasilitasi pem-belajaran berbasis TIK
  • Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A

VI

Tenaga Kependidikan

Memenuhi Standar Tenaga Kependidikan

  • Kepala sekolah berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A
  • Kepala sekolah telah menempuh pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah
  • Kepala sekolah mampu berbahasa Inggris secara aktif
  • Kepala sekolah memiliki visi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan enterprenual yang kuat

VII

Sarana Prasarana

Memenuhi Standar Sarana Prasarana

  • Setiap ruang kelas dilengkapi sarana pembelajaran berbasis TIK
  • Sarana perpustakaan TELAH dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia
  • Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olah raga, klinik, dan lain-lain.

VIII

Pengelolaan

Memenuhi Standar Penge-lolaan

  • Sekolah meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya (2001, dst) dan ISO 14000
  • Merupakan sekolah multi kultural
  • Sekolah telah menjalin hubungan “sister school” dengan sekolah bertaraf/berstandar internasional diluar negeri
  • Sekolah terbebas dari rokok, narkoba, kekerasan, kriminal, pelecehan seksual, dan lain-lain
  • Sekolah menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam semua aspek pengelolaan sekolah

IX

Pembiayaan

Memenuhi Standar Pem-biayaan

  • Menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambah

3.  Karakteristik Penjaminan Mutu (Quality Assurance)

a.  output (produk)/lulusan SBI

Adalah memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global.

Ciri-ciri output/outcomes SBI sebagai berikut; (1) lulusan SBI dapat melanjutkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik di dalam negeri maupun luar negeri, (2) lulusan SBI dapat bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan/atau negara-negara lain, dan (3) meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga.

b.  proses pembelajaran SBI

Ciri-ciri proses pembelajaran, penilaian, dan penyelenggaraan SBI sebagai berikut: (1) pro-perubahan, yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of discovery, (2) menerapkan model pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan; student centered; reflective learning, active learning; enjoyable dan joyful learning, cooperative learning; quantum learning; learning revolution; dan contextual learning, yang kesemuanya itu telah memiliki standar internasional; (3) menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; (4) proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran sains, matematika, dan teknologi; (5) proses penilaian dengan menggunakan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya, dan (6)dalam penyelenggaraan SBI harus menggunakan standar manajemen intenasional, yaitu mengoimplementasikan dan meraih ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya dan ISO 14000, dan menjalin hubungan sister school dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri.

c.  Input

Ciri input SBI ialah; (1) telah terakreditasi dari badan akreditasi sekolah di salah negara anggota OECD atau negara maju lainnya, (2) standar lulusan lebih tinggi daripada standar kelulusan nasional, (3) jumlah guru minimal 20% berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. Kepala sekolah minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. (4) siswa baru (intake) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD, ujian akhir sekolah, scholastic aptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara. Siswa baru SBI memeliki potensi kecerdasan unggul yang ditunjukkan oleh kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, dan berbakat luar biasa.

Sekolah bertaraf internasional, untuk apa dan siapa?

Keinginan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya merupakan tugas mulia dan keharuasan. Sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945, “Negara mempunyai tanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya”. Kecerdasan di sini memang tak dijelaskan secara detail menganai esensi kecerdasan itu sendiri, sehingga mempunyai peluang multitafsir. Bisa dipahami sebagai cerdas kognitif, afektif atau kecerdasan yang lainnya.  Sayangnya kecerdasan tersebut untuk saat ini diartikan kecerdasan intelektual. Meski ini bukan hal yang salah tetapi akan berimplikasi kepada kemajuan bangsa yang sepotong-potong. Saya tidak akan menyoroti mengenai usaha pemerintah dalam hal menumbuh kembangkan kecerdasan kognitif ini. Saya akan menyoroti mengenai usaha pemerintah mweujudkan sekolah bertaraf internasional (selanjutnyadisebut SBI).

Melihat latar belakang gagasan SBI, yakni banyaknya orang tua yang mampu secara ekonomi menyekolahkan anaknya keluar negeri, munculnya yayasan sekolah yang menggunakan identitas internasional di era 90-an, dan perlunya membangun sekolah berkualitas sebagai pusat unggulan pendidikan, dan perlunya pengakuan dari dunia internasional terhadap kualitas dan proses pendidikan di Indonesia serta berlandaskan hukum UU. NO 20/2003 (sitem pendidikan nasional). Dalam hal ini terdapat kejanggalan dan aneh terhadap gagasan SBI ini.

Kejanggalan itu melipuiti: apakah hanya karena banyaknya orang tua yang mampu menyekolahkan anaknya keluar negeri menjadi pijkan yang kuat untuk mendirkan SBI? Bukankah dengan demikian sebenarnya pemerintah sekedar ingin menjaring dana agar tak lari ke luar negeri? Dengan demikian berarti SBI sebenarnya hanya dipeuntukkan untuk orang-orang yang berduit saja dan jika diterapkan di tanah air berarti akan menodai amanat UUD 1945, tentang hak untuk mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama. Meski ada subsidi miskin sebanyak 25%, saya menyangsikan pengimplementasiannya di lapangan. Pasalnya, selama ini apa yang dicanangkan pemerintah (misal pendidikan gratis) hanya slogan semata, kalau pun gratis hanya SPPnya saja sedangkan uang tarikan yang lain banyak sekali yang membebani orang tua siswa, semisal uang bimbingan belajar. Nah, apakah hanya dengan janjian hukum tadi akan menjamin pelaksanaan mekanisme subsidi tadi.

Kesangsian yang lain, adalah apakah dengan SBI bisa diandalkan sebagai pusat unggulan di tanah air ? apa makna unggulan di sini? apakah unggul karena pengajaran di sekolah menggunakan bahasa asing, dan adopsi maupun adaptasi dari kurikulum dari luar negeri? Sekali lagi, alasan ini sangat lemah soalnya unggulnya pendidikan bukan apakah KBM nya menggunakan bahasa serta kurikulum luar negeri melainkan bentuk outcomenya yang bisa berdaya guna bagi masyarkatnya (bangsanya) bukan sekedar memenuhi keinginan pasaran.

Jadi kalau hendak dunia pendidikan bangsa ini ingin menjadi pusat ungula dan diakui oleh dunia internasional maka yang perlu dikembangkan adalah proses pembelajaran yang selama ini dijalani harus dirubah. Semula berorientasi nilai kognitif menuju ke proses kecakapan hidup. Banyak peserta didik yang mengenyam pendidikan tanpa embel-embel bertaraf internasional ternyata mampu bersaing di tingkat luar negeri. Karena dunia internasional mengakui kecakapan seseorang bukan dari almamater mana melainkan apa yang mampu dia sumbangkan ke masyarakatnya.

Terkesan Buru-buru

Terobosan ini terkesan buru-buru dijalankan Depdiknas. Ini tampak dari munculnya berbagai masalah manajemen tatkala kecepatan sekolah-sekolah dalam melakukan perubahan (mengadopsi silabus pembelajaran dan penilaian asing) masih belum diimbangi dengan upaya yang sistematis untuk memperkuat dan meningkatkan mutu sumber daya kependidikan (kepala sekolah, guru, dan manajemen), membangun sistem kontrol dan akuntabilitas atas seluruh kegiatan akademis dan administrasi keuangan sekolah. Akibatnya, pertumbuhan SBI yang begitu cepat itu malah menimbulkan masalah, kontraproduktif, dan kehilangan arah. Dengan hilangnya pesan perubahan, yang sebelumnya tercermin dari perubahan manajemen sekolah yang menjadi lebih transparan, akuntabel, dan partisipatif, program SBI ini malah hanya membawa kecemasan baru di masyarakat. Semestinya Depdiknas terlebih dulu melakukan pemetaan, pengkajian ulang dan persiapan dari segala sisi sebelum menggulirkan program tersebut, sehingga keresahan tak menjalar di masyarakat.

Niat pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan di Tanah Air memang patut kita berikan apresiasi. Namun, pemerintah jangan hanya sebatas menggulirkan target-target pencapaian makro yang dilengkapi dengan paket-paket kebijakan umum, namun kemudian melempar tanggung jawab pelaksanaan (termasuk aspek pendanaan) kepada masyarakat. Karena hal itu pada akhirnya tidak saja membebani masyarakat dengan mahalnya biaya pendidikan, namun juga akan menciptakan jurang kesenjangan, dan membiarkan anak-anak dari kalangan miskin tergilas dalam kompetisi lantaran ketiadaan dana. Jika sudah demikian maka lingkaran kemiskinan pengetahuan akan terus berputar-putar di dalam arena kehidupan orang-orang tak berpunya. Kesempatan untuk memperbaiki nasib melalui pendidikan tidak akan pernah terwujud karena lagi-lagi mereka harus menerima nasib sebagai orang miskin yang tak bisa mengenyam pendidikan mahal. Sebenarnya kualitas pendidikan itu yang ingin diraih, namun sudah menjadi rahasia umum bahwa pendidikan berkualitas di negeri ini identik dengan biaya mahal. Kecuali jika pemerintah mau mengubah paradigma itu.

Dari beberapa komentar atau tanggapan terhadap apa yang sekarang dikenal sebagai Sekolah Bertaraf Internasional, ada beberapa hal yang menggelitik di hati saya:

1.  Dalam UUD-45 dinyatakan bahwa setiap warganegara berhak memperoleh pendidikan dan penghidupan yang layak. Kalau Pemerintah mempunyai dana yang cukup untuk membiayai pendidikan, manfaatkan dana itu untuk keseluruhan dunia pendidikan agar hak warga negara untuk menuntut pendidikan bisa terlaksana. Angka anak putus sekolah masih cukup tinggi, belum lagi anak-anak yang yang tidak mampu melanjutkan pelajaran ke pendidikan yang lebih tinggi karena biayanya yang semakin melambung tidak mampu
secara finansial. Hal ini menyangkut masalah rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.  Dari informasi yang saya baca, bahwa Sekolah Bertaraf Internasional mendapat kucuran dana sebesar Rp. 250.000.000 sampai Rp. 500.000.000 per tahun akan menimbulkan kesenjangan antara SBI dengan sekolah biasa. Ironisnya siswa SBI dikenai biaya SPP yang sangat memberatkan pihak orang tua.

3.  Jika dana yang digunakan untuk membiayai SBI itu berasal dari hutang kepada Lembaga Keuangan Internasional, maka ini berarti memperberat beban hutang yang harus ditanggung oleh generasi mendatang.

Kritik dan Usulan Perbaikan pada Program Sekolah Bertaraf Internasional Ditinjau dari UU Sisdiknas dan Revisi Permendiknas

Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan/atau Rintisannya (RSBI) adalah program Kementrian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) yang paling kontroversial dan menimbulkan banyak masalah sejak awal sampai saat ini. Mengapa program ini menjadi program kontroversial? Ternyata program ini memang sudah bermasalah sejak dari Undang-undangnya. UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) berbunyi sbb : “3) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.

Ada 4 (empat) masalah yang muncul dari pasal ini.

1.  Masalah pertama yang muncul adalah ambiguitas dari istilah ‘pemerintah dan/atau pemerintah daerah’ pada pasal tersebut. Teks dalam UU yang menyatakan bahwa penyelengggara pendidikan ini adalah pemerintah dan/atau pemerintah daerah jelas menimbulkan kerancuan dalam operasionalnya. Frase pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah menimbulkan ketidakjelasan otoritas siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas program SBI ini, apakah cukup pemerintah pusat saja ataukah pemerintah daerah ataukah kedua-duanya. Penafsiran kata dan/atau ini bisa ditafsirkan sebagai bersama atau salah satu. Jadi program ini bisa dijalankan bersama atau salah satu di antara keduanya.

Berdasarkan hasil evaluasi Balitbang pada program ini ternyata ada keengganan dari beberapa daerah untuk membiayai program satuan pendidikan yang bertaraf internasional ini. Tidak jelas apakah hal ini menunjukkan bahwa amanat ini masih belum diterima dengan baik oleh daerah-daerah yang menolak untuk membiayainya atau mungkin juga karena UU tersebut diinterpretasikan cukup sebagai tanggung jawab pemerintah pusat semata karena adanya penafsiran dari kata dan/atau tersebut. Bukankah jika pemerintah pusat telah membiayainya dan menganggap program ini adalah program pusat maka daerah tidak perlu lagi turut bertanggungjawab? Dan itu sesuai dengan makna dari UU tersebut. Jadi frase dan/atau ini bisa berarti : Pemerintah dan Pemerintah Daerah = kedua-duanya, atau Pemerintah atau pemerintah Daerah = salah satunya.

2.  Masalah kedua adalah tidak jelasnya istilah ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ itu sendiri. Definisi tentang ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ yang ada dalam UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) tersebut yang kemudian diterjemahkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 17 tahun 2010 Pasal 1 No 35 menjadi : “Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.” Jadi frase ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ dalam UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) kemudian dalam PP no 17 tahun 2010 ini telah berubah menjadi Pendidikan bertaraf internasional dan kemudian dijelaskan dengan tambahan keterangan Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.”

3.  Masalah ketiga adalah ketidak-jelasan konsep yang hendak dikerjakan oleh Undang-undang ini. Sebenarnya apa yang dikehendaki oleh Pemerintah dengan adanya UU ini? Mengapa muncul istilah ‘Sekolah Bertaraf Internasional’? Bukankah maksud dari semua itu adalah agar Indonesia memiliki sekolah khusus bagi anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan tertentu atau yang disebut ‘the gifted and the most talented’ yang akan dapat dididik dan diberi proses pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kecerdasan dan keberbakatan mereka? Lantas mengapa menggunakan istilah ‘Sekolah bertaraf Internasional’ yang tidak punya landasan akademik tersebut?

Nampak sekali bahwa konseptor dari program ini belum memiliki gambaran yang jelas tentang jenis sekolah apa yang diinginkan. Apakah yang diinginkan oleh program ini adalah : Sebuah jenjang kualitas pendidikan yang lebih tinggi daripada SNP (Standar Nasional Pendidikan) dalam standar kualitas pendidikan nasional, atau Sebuah satuan pendidikan khusus bagi anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan dan bakat menonjol tertentu?

4.  Masalah keempat adalah otoritas lingkup kerja Pemerintah (Kemdiknas) dalam menyelenggarakan program SBI ini. Sampai di mana sebenarnya lingkup kerja pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional ini? Apakah ini berarti hanya pada sekolah publik (negeri) yang menjadi tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah atau termasuk sekolah swasta (private school)? Dengan mengikutkan beberapa sekolah swasta dalam program RSBI nampaknya pemerintah pusat menganggap bahwa sekolah swasta masuk dalam lingkup kerja dari program ini.

Sikap ini menimbulkan kerancuan dalam lingkup kerja pemerintah. Jika sekolah swasta masuk dalam lingkup kerjanya (dengan memasukkan mereka dalam program RSBI ini) maka sebenarnya beberapa kota besar telah memiliki pendidikan yang bertaraf internasional yang berstatus swasta karena sebenarnya sekolah-sekolah swasta inilah sebenarnya yang memulai adanya program ini dan memberi ide pada pemerintah untuk mengadopsinya ke sekolah publik. Jika sekolah swasta dapat dianggap sebagai ruang lingkup otoritas dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah maka sebetulnya pemerintah dan pemerintah daerah, utamanya di kota-kota besar, tidak perlu mengadopsinya ke sekolah (publik). Tugas dan tanggungjawab mereka telah terpenuhi dengan adanya sekolah swasta yang memiliki pendidikan yang bertaraf internasional.

Tapi jika lingkup kerja pemerintah dan pemerintah daerah adalah pada sekolah publik (yang memang merupakan unit kerjanya) maka sebenarnya pemerintah dan pemerintah daerah tidak perlu membiayai program RSBI di sekolah-sekolah swasta. Kerancuan ini menimbulkan munculnya kontroversi tentang ruang lingkup tugas pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional ini.

Usulan tentang Sekolah bertaraf internasional :

Opsi I

Ayat pada UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) tersebut harus diganti agar tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan. Usulan penggantiannya adalah sbb : “3) Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan sebuah sekolah khusus bagi siswa-siswa yang memiliki tingkat kecerdasan dan bakat tertentu yang menonjol”.

Dengan digantinya pasal tersebut maka :

  1. Masalah siapa penyelenggara program ini menjadi jelas dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi lagi. Program ini adalah program pemerintah pusat dan daerah secara bersama.
  2. Tidak akan muncul lagi masalah dari interpretasi tentang frase ‘bertaraf internasional’ dan ‘standar negara maju’ yang membingungkan tersebut.
  3. Jelas bahwa konsep sekolah ini adalah sekolah khusus bagi anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan dan bakat menonjol tertentu. Dengan demikian tidak akan terjadi kastanisasi dan komersialisasi dalam program ini.

Opsi II

Opsi kedua bersifat lebih kompromistis, yaitu dengan tidak mengubah ayat atau pasal dalam Undang-undang tersebut tapi lebih kepada perbaikan dan penyempurnaan pada Permendiknasnya. Dengan demikian maka bunyi UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) adalah tetap sbb : “3) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.

Meski demikian karena interpretasi dari istilah ‘bertaraf internasional’ ternyata menimbulkan kerancuan, ambigu serta masalah-masalah yang mendasar dan serius di lapangan maka perlu adanya suatu  reinterpretasi dan reformulasi dari rumusan sekolah bertaraf internasional yang ada selama ini. Usulan rumusan dasar tersebut adalah sbb : “Satuan Pendidikan yang bertaraf Internasional adalah sekolah yang dapat memberikan pelayanan pendidikan berkualitas tinggi kepada siswa-siswa yang memiliki potensi akademik dan non-akademik yang sangat menonjol sehingga siswa-siswa tersebut dapat memiliki bekal pengetahuan, ketrampilan dan sikap pribadi serta kompetensi dan prestasi akademik dan non-akademik yang menonjol dan memiliki kemampuan untuk berkolaborasi secara internasional.”

Pelayanan pendidikan yang bertaraf internasional di sini mencakup 8 SNP dan ditambah dengan pelayanan pendidikan tambahan yang akan dapat memunculkan kompetensi terbaik dari siswa agar dapat memiliki daya saing internasional.

Ada tiga komponen penting yang mencakup pengertian ‘bertaraf internasional’ di sini, yaitu :

  1. Pelayanan sekolah yang bermutu tinggi
  2. Input siswa yang memiliki potensi akademik dan non-akademik yang sangat menonjol
  3. Prestasi akademik dan non-akademik di bidang Seni, Budaya, dan Olahraga serta kemampuan untuk bekerjasama dan berkolaborasi secara internasional dengan lulusan dari mana pun.

Interpretasi ini sesuai dengan amanah Undang-undang yang mewajibkan pemerintah untuk memberi pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus. Anak-anak yang memiliki bakat menonjol perlu mendapat pelayanan pendidikan yang khusus pula. Rumusan ini akan memberikan keleluasaan bagi pemerintah dan sekolah untuk merumuskan keunggulan spesifik dari sekolah dalam memberikan pelayanan yang unggul dan sebaik-baiknya bagi siswa-siswa berbakat baik di bidang akademik maupun non-akademik.

1.  Dengan konsep seperti ini maka tidak diperlukan lagi segala macam aksesori dan kosmetik yang tidak perlu pada program ini agar berbau internasional seperti : Standar ISO, Ujian Cambridge, IBO, TOEFL, Sister School, Studi Banding ke luar negeri, kelas ber AC, menggunakan laptop dan proyektor, dll. Sekolah dapat memusatkan perhatiannya pada program-program dan proses pembelajaran yang benar-benar dapat merangsang siswa untuk mengembangkan potensinya secara optimal melalui program-program yang sudah diketahui efektifitasnya. Pendidikan harus benar-benar diarahkan pada proses dan bukan pada alat dan aksesori. India telah memberikan contoh bagaimana menyelenggarakan pendidikan berkualitas dunia dengan fasilitas dan sarpras yang sederhana.

2.  Dengan meninggalkan program yang tidak substantif seperti ujian Cambridge dan TOEFL maka kerancuan dan kritik tentang sistem pendidikan nasional yang ujiannya mengacu pada sistem lain di luar ujian nasional akan berhenti dengan sendirinya. Sekolah-sekolah publik hanya akan menyelenggarakan ujian yang diamanatkan oleh Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

3.  Dengan konsep yang sederhana, operasional dan terukur seperti ini maka kemungkinan keberhasilan dari program ini akan lebih besar, lebih terukur, dan lebih operasional yang kemudian akan dapat di adopsi oleh sekolah-sekolah lain. Dengan demikian program peningkatan kualitas sekolah ini dapat disebarluaskan ke sekolah-sekolah lain yang mau mengadopsinya. Ia akan dapat menjadi model pengembangan sekolah yang dapat diadopsi dan dikembangkan secara meluas dan tidak hanya berhenti pada sekolah SBI semata.

4.  Konsep SBI yang lama yang hanya menonjolkan kemampuan akademik siswa semata hendaknya direinterpretasikan ulang dan kemudian haruslah memberikan porsi yang sama besarnya kepada bakat menonjol siswa yang bersifat non-akademik seperti Seni, Budaya, dan Olahraga karena pada hakikatnya dalam kehidupan nyata bakat di bidang non-akademik dan kecerdasan-kecerdasan lain yang tercakup dalam multiple intellegencies justru sangat dibutuhkan dalam kehidupan mereka di dunia nyata kelak. Pengagungan kepada bakat akademik semata menunjukkan ketidakpahaman kita akan dimensi pendidikan itu sendiri yang memang tidaklah semata akademik. Pengembangan potensi akademik semata hanya akan menciptakan siswa yang cerdas akademik semata tapi tidak memiliki kecakapan lain yang justru dibutuhkannya dalam kehidupan nyata kelak.

5.  Karena sekolah ini adalah sekolah bagi anak-anak dengan bakat yang sangat menonjol maka tuntutan bagi siswanya juga lebih tinggi dibandingkan sekolah reguler. Hanya siswa-siswa yang memiliki bakat, minat, kemampuan, dan kemauan yang menonjol yang bisa mengikuti program ini. Beberapa contoh tuntutan akademik dan non-akademik yang harus dilakukan oleh siswa pada program ini adalah :

  1. Membaca dan menuliskan resensi buku (book discussion and book review) dalam jumlah tertentu, umpamanya tingkatan SD 10 buku, SMP 20 buku, dan SMA 30 buah buku.
  2. Memiliki kemampuan berbahasa Inggris pada semua ketrampilan (Speaking, reading, writing and listening) dan harus lulus uji kompetensi berbahasa Inggris yang standarnya akan ditetapkan oleh Kemdiknas.
  3. Mengikuti kegiatan ekstra kurikuler dan community service yang lebih menonjol dibandingkan sekolah reguler dan dapat mewakili daerah masing-masing untuk kepentingan daerah.
  4. Memiliki tingkat disiplin dan dapat menjadi teladan bagi lingkungannya.

6.  Untuk itu semua bidang studi (kecuali bahasa asing) harus diajarkan dalam bahasa Indonesia yang baku dan standar untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa nasional tersebut. Janganlah lagi kita mengikuti kesalahan yang sama yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia yang telah pernah melakukan program PPSMI yang mewajibkan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar yang ahirnya justru menurrunkan mutu siswa dan sekolah pada bidang studi yang diajarkan dalam bahasa Inggris tersebut. Dengan dihapuskannya kewajiban menggunakna bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di kelas maka guru dapat kembali memfokuskan persiapannya pada proses pembelajaran yang efektif dan tidak perlu berjibaku menggunakan bahasa Inggris yang samasekali tidak dikuasainya tersebut. Kita tidak perlu mengikuti kesalahan yang sama telah dilakukan oleh pemerintah Malaysia.

7.  Untuk meningkatkan kompetensi siswa dalam menggunakan bahasa Inggris sebagai bekal untuk hidup di dunia global maka pelajaran bahasa Inggris mesti ditambah porsinya baik itu jumlah jam belajarnya mau pun efektifitas pembelajarannya. Pembelajarannya juga harus lebih variatif agar dapat mendukung berkembangnya kemampuan siswa dalam 4 ketrampilan berbahasa Inggris yang mencakup : Listening, speaking, Reading dan Writing. Berbagai program dapat sidusun untuk meningkatkan kompetensi siswa ini. Ada banyak program dari lembaga-lembaga internasional yang dapat diadopsi untuk mencapai tujuan ini.

8.  Untuk menghindari komersialisasi pendidikan maka semua biaya yang ditimbulkan oleh program ini harus ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah pusat dan daerah. Ini adalah program yang seharusnya menjadi program kebanggaan pemerintah pusat dan daerah sehingga pembiayaannya memang tidak membebani orang tua siswa. Anak-anak yang berbakat luar biasa sudah selayaknya mendapat bea siswa untuk menunjang perkembangan potensi mereka tersebut. Untuk mendapat tambahan biaya pendidikan maka pemerintah daerah dapat menggalang bantuan dari berbagai perusahaan yang ada di daerahnya.

Perlu diketahui bahwa program RSBI yang gratis dan tidak memungut biaya dari orang tua karena pembiayaannya sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah daerah adalah mungkin. Kota Balikpapan dan Surabaya adalah kota-kota yang mampu memberi contoh penyelenggaraan sekolah RSBI yang gratis sepenuhnya. Jika ke dua kota ini mampu maka sebenarnya kota-kota lain juga mampu jika ada keinginan untuk menuju ke sana.

9.  Untuk menjamin keberhasilan program ‘sekolah berkeunggulan tinggi (school for the gifted and talented)’ ini maka semua guru harus memenuhi kriteria kompetensi yang ditetapkan dan sekolah yang ditetapkan harus melakukan upaya penjaminan kualitas SDM-nya. Untuk itu maka sebenarnya tidak diperlukan guru yang berkualifikasi S2. Apalagi jika kualifikasi S2 yang dimiliki tidak memiliki korelasi dengan bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut. Saat ini para guru berlomba-lomba mengejar gelar S2 tanpa perduli apakah bidang studi yang ingin dicapainya itu sesuai atau linear dengan bidang studi yang diajarnya di sekolah. Dengan menghapus persyaratan kualifikasi S2 tapi mensyaratkan kompetensi profesional di bidang studi yang diajarkannya (on the job performance) maka kualitas pembelajaran di kelas akan dapat tercapai.

BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan

#) Sekolah bertaraf internasional (SBI) merupakan sebuah jenjang sekolah nasional di Indonesia dengan standar mutu internasional. Proses belajar mengajar di sekolah ini menekankan pengembangan daya kreasi, inovasi, dan eksperimentasi untuk memacu ide-ide baru yang belum pernah ada.

#) Karakteristik Sekolah Bertaraf Internasional

1.  Karakteristik visi

Visi Sekolah Bertaraf Internasional adalah “Terwujudnya Insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional”.

2.  Karekteristik esensial

–    Berakreditasi a dari BAN-Sekolah dan Madrasah

–    Menerapkan kurikulum KTSP

–    Memenuhi standar isi dan Standar Kelulusan

–    Memenuhi standar proses

–    Memenuhi standar penilaia

–    Memenuhi standar pendidik

–    Memenuhi standar tenaga kependidikan

–    Memenuhi standar sarana prasarana

–    Memenuhi standar pengelolaan

–    Memenuhi standar pembiayaan

3.  Karakteristik Penjaminan Mutu (Quality Assurance)

–    Output (produk)/lulusan SBI

Adalah memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global.

–    Proses pembelajaran SBI

Ciri-ciri proses pembelajaran, penilaian, dan penyelenggaraan SBI sebagai berikut: (1) pro-perubahan; (2) menerapkan model pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan;  (3) menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; (4) proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran sains, matematika, dan teknologi; (5) proses penilaian dengan menggunakan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya, dan (6)dalam penyelenggaraan SBI harus menggunakan standar manajemen intenasional

–    Input

Ciri input SBI : (1) telah terakreditasi dari badan akreditasi sekolah di salah negara anggota OECD atau negara maju lainnya; (2) standar lulusan lebih tinggi daripada standar kelulusan nasional, (3) jumlah guru minimal 20% berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. Kepala sekolah minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. (4) siswa baru (intake) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD, ujian akhir sekolah, scholastic aptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara. Siswa baru SBI memeliki potensi kecerdasan unggul yang ditunjukkan oleh kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, dan berbakat luar biasa.

#) Usulan penggantiannya UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) adalah sbb : “3) Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan sebuah sekolah khusus bagi siswa-siswa yang memiliki tingkat kecerdasan dan bakat tertentu yang menonjol”.


DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2007. Model kurikulum sekolah bertaraf internasional. Jakarta : pusat kurikulum

badan penelitian dan pengembangan departemen pendidikan nasional

Team media. 2005. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang

Sisdiknas (Sistem pendidikan nasional). Surabaya : media centre

Satriadharma.com diakses pada tanggal 4 Mei 2012 pukul 7.19 WIB

Kompas.com diakses pada tanggal 4 Mei 2012 pukul 7.30 WIB